“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.” (Ibrahim: 24 – 26)
Maksud kalimah yang baik dalam ayat ini adalah Syahadat La iIlaaha illallah. Ada juga yang mengatakan, maksudnya adalah kata-kata yang baik. Sedangkan yang dimaksud kalimah yang buruk adalah kalimah kekafiran atau ajakan kepadanya, atau perkataan dusta, atau setiap kalimah yang tidak di redhai Allah Ta‘ala. Menyebarkan rahsia yang boleh membahayakan seseorang atau umat termasuk perkataan yang tidak di redhai Allah Ta‘ala, begitu pula setiap kata-kata yang berisi usaha untuk berbuat kerosakan, ini masuk dalam katagori kalimah yang buruk. Menyimpan rahsia dan kewaspadaan adalah sebahagian dari kecerdasan Islam mengingatkan pengikutnya agar selalu sedar dan waspada, sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah Ta‘ala:
“Wahai orang-orang yang beriman, waspadalah kamu (berhati-hati menghadapi musuhmu).” (An-Nisa’: 71)
Dan sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW:
“Orang mukmin itu cerdik dan pintar.”
Diam/ Tutup Mulut
1) Salah satu faktor kemenangan Dakwah Islam adalah: Rasulullah memulai secara diam-diam.
Ketika Saidina Ali melihat Nabi sedang solat bersama Khadijah, dia berkata: “Wahai Muhammad, apa ini?”
“Agama Allah yang Dia pilih untuk Diri-Nya dan Dia utus para Rasul-Nya dengan membawanya. Maka aku menyerumu kepada Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mengajakmu untuk beribadah kepada-Nya dan kufurilah Laata dan ‘Uzza.” Jawab Rasul.
Saidina Ali berkata: “Ini adalah perkara yang belum pernah kudengar sebelumnya, aku tidak akan mengambil keputusan sebelum kubicarakan dengan Abu Thalib.” –yakni ayahnya—.
Tetapi Rasul SAW tidak suka jika rahsia tentang agama ini tersebar, maka beliau berkata kepada Saidina Ali : “Ali, jika kamu tidak masuk Islam, maka rahsiakanlah hal ini.”
Saidina Ali pun melakukan perintah Baginda, kemudian di keesokan harinya Saidina Ali datang dan menyatakan keislamannya serta merahsiakan hal itu di hadapan ayahnya, dia tidak menampakkannya.
2) Rasulullah SAW sudah menggunakan surat rahsia sebelum orang lain. Terbukti beliau pernah mengutus sepucuk surat dengan beranggotakan 12 orang Muhajirin yang dipimpin oleh Abdullah bin Jahsy Al-Asadi dalam sebuah misi pengintaian di bulan Rejab tahun 2 H. Beliau menyerahkan kepada Abdullah bin Jahsy sepucuk surat rahsia berisi perincian tugas, iaitu target sasaran, posisi pasukan dan informasi-informasi lainnya. Beliau memerintahkan agar dia tidak membuka surat tersebut sebelum ia berjalan selama dua hari.
Sejarah kehidupan Rasulullah SAW penuh dengan teknik-teknik keamanan yang terus berkembang seiring dengan semakin kerasnya ujian dan situasi di sekitarnya. Semakin situasi bertambah mencekam, perhatian terhadap masalah keamanan semakin meningkat, itulah yang mendorong pengambilan langkah yang efektif dan paling baik untuk menyikapi situasi seperti itu.
Sirah Nabawiyah dan Perkembangan Amniyahnya Yang Jauh ke Depan:
Pertama: Fasa Mekkah
1) Fase Dakwah Sembunyi-sembunyi:
Ciri khas fasa ini adalah kerahsiaan dakwah dan kerahsiaan kelompok. Ertinya, ajakan untuk memeluk “Agama Baru” (Islam) dilakukan secara rahsia. Pembagian tugas, pengaturan program dan kegiatan pun juga demikian…dilakukan secara rahsia, tidak ada yang diberitahu selain orang-orang tertentu yang bersangkutan dengan tugas. Tetapi semuanya bergerak menuju satu tujuan dan di bawah kepemimpinan seorang, iaitu Rasulullah SAW.
2) Fasa Dakwah Terang-terangan:
Ciri khas fasa ini, dakwah dilakukan secara terus terang. Akan tetapi penyertaan kelompok tetap dilakukan secara diam-diam. Jadi dakwah ilallah di tengah umat manusia, kepada para kabilah, keluarga dan sanak saudara, dilaksanakan secara terang-terangan, namun demikian penjalanan tugas dan hubungan antara pelaku dakwah tetap berlangsung secara rahsia, demikian juga tempat-tempat perkumpulan dan pertemuan darurat, program-program strategik, pemilihan orang yang bertugas berdakwah mengajak masuk Islam, semua ini tidak ada yang tahu selain pelaku dakwah yang bersangkutan.
Kedua: Fasa Hijrah
Ini adalah fasa yang singkat, keistimewaan fasa ini adalah adanya strategi keamanan ala Nabi yang sangat jitu. Di fasa ini sudah dipersiapkan terlebih dahulu dengan adanya Bai'ah Aqabah jilid satu dan dua, berlanjut dengan hijrahnya para sahabat Nabi SAW dan terakhir dengan hijrahnya Baginda sendiri bersama sahabat tercintanya Abu Bakar As-Siddiq.
Ketiga: Fasa Madinah
Iaitu fasa pembangunan sebuah negara yang baik untuk menjadi tapak yang kuat sebagai markas utama dan pusat penyebaran dakwah. Fasa ini terus berlangsung sehingga wafatnya Rasulullah SAW, bererti sekitar 10 tahun, dilengkapi dengan berbagai misi perluasan wilayah dan kemenangan-kemenangannya.
Waspada Tetap Diperintahkan Ketika Kondisi Damai, Apalagi Jika Dalam Kondisi Perang, Maka Itu Lebih Wajib Dan Lebih Penting:
“...dan hendaklah mereka bersiap sedia dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus.” (An-Nisa’: 102)
Kemudian:
“…dan siap sedialah kamu.”
Jika kalian tidak melakukannya, maka:
“Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.” (An-Nisa’: 102)
Memastikan Kebenaran Informasi (Data):
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al-Hujurat: 6)
Termasuk sikap orang yang jujur dan dipercayai adalah memastikan kebenaran suatu informasi sebelum menjadikannya sebagai pijakan dalam mengambil sikap dan keputusan yang tepat tentangnya, supaya tidak ada penyesalan akhirnya nantinya. Penyesalan di sini menjadi salah satu akibat dari kezaliman orang lain, kezaliman itu biasanya muncul akibat sikap bodoh dan terburu-buru seseorang tanpa mengambil kesempatan sedikit pun untuk memastikan sebuah informasi dan memeriksa kebenaran pembawanya; bagaimana kejujurannya, bagaimana ketakwaan dan keperibadianya. Maka, mengapa kita tidak mengambil pelajaran, lalu melaksanakan apa yang Allah ‘Azza wa Jalla perintahkan?!
Berhati-hati Terhadap Merebaknya Berbagai Berita Dan Isu:
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah kerana kurnia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).” (An-Nisa’: 83)
Maka langkah ketika banyak tersebar isu adalah: mengembalikan semua urusan kepada Ulil Amri, sebagai orang yang layak menganalisa serta menyimpulkan rahsia dan misi-misi terselindung yang ada di sebalik isu itu, setelah itu mengambil keputusan yang tepat tentangnya. Dengan cara ini, barisan Islam akan tetap terjaga keamanan dan ketenangannya, terjaga oleh akal fikiran para pemeluknya, dengan pembelaan dan iman mereka.
As-habul Kahfi: Contoh Dalam Menjaga Keselamatan:
“Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” ( Al-Kahfi: 13)
Mereka adalah para pengusung panji keimanan di hadapan kezaliman dan tirani dari orang-orang bingung yang berhukum dengan selain yang Allah turunkan. Mereka adalah para pemuda jujur yang bangkit menentang kezaliman dan penindasan, kemudian dengan kecerdasan dan kepandaian akalnya yang cemerlang mereka berhasil mengurus urusan keamanan diri mereka, agar dakwah dan iman mereka terlindungi. Lantas, apa sebenarnya yang mereka lakukan?!
“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (Al-Kahfi: 10)
Langkah yang mereka ambil adalah berlindung ke tempat yang aman. Tapi sebelum itu, yang terpenting adalah adanya iman yang tulus kepada Allah ‘Azza wa Jalla, mengorbankan jiwa demi dakwah kepada-Nya. Maka setelah menempuh semua sarana perlindungan diri dan pengamanan, setelah menyempurnakan semua syarat tawakkal kepada Allah SWT, barulah mereka berlindung kepada-Nya: “Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”
Setelah semua itu, dengan apa Rabb mereka yang Maha Perkasa lagi Maha Berkuasa memberi timbal balik? Allah berfirman:
“Dan Kami meneguhkan hati mereka…” (Al-Kahfi: 14)
Maksudnya: Kami kuatkan hati mereka dengan kesabaran untuk berpisah dengan keluarga dan kampung halaman, sebab mereka melakukan apa yang mesti mereka lakukan sebatas kemampuan manusia, maka Kami membantu mereka dengan pertolongan Ilahiyah, berupa penjagaan, pemeliharaan, keamanan, kelurusan dan pertolongan!
Langkah keamanan yang mereka tempuh itu bukan muncul begitu saja. Itu muncul dari sebuah kajian dan perbincangan antara mereka, yang semua telah mengorbankan jiwanya di jalan Allah, hingga akhirnya mereka sampai pada solusi paling tepat dan keputusan yang mantap:
“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Rabbmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” (Al-Kahfi: 16)
Kerana mereka bersama Allah dan hidup untuk dakwah yang mereka tempuh, maka mereka yakin bahwa Allah lah yang akan melindungi mereka serta membutakan mata orang-orang bengis itu dan balatenteranya; “…nescaya Rabbmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” Jadi, hanya Allah sajalah –-sejak awal hingga akhir—yang memudahkan segala urusan, Dia lah yang menjaga dan melindungi, dengan takdir-Nya Allah memudahkan segala sesuatu di alam semesta ini.
Lalu tidurlah para pemuda itu di tempat tinggal barunya (di dalam gua) selama ratusan tahun.
“Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.” (Al-Kahfi: 11)
Kemudian Allah SWT membangunkan mereka.. Setelah Allah bangunkan mereka, berubahkah kewaspadaan dalam diri para pemuda itu dengan berlalunya waktu selama bertahun-tahun?
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri…”
“Berkata (yang lain lagi): “Rabb kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa wang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun.” (Al-Kahfi: 19)
Lihat, begitulah kewaspadaan, berhati-berhati dan sikap menempuh semua sarana benteng diri dengan teliti dan setajam mungkin, di saat yang sama terus mengusahakan tercapainya keamanan bagi dakwah dari serangan segala hal yang tidak diinginkan, dengan kecerdasan dan kepandaian. Keduanya adalah sifat yang harus ada pada diri siapa saja yang berjalan di atas jalan dakwah Allah SWT. Kalimah-kalimah mulia dan bukti-bukti nyata di dalam ayat itu mengambarkan dengan sangat terperinci akan sebuah kondisi keamanan yang tidak mengenal kata meremehkan dan menunda-nunda;
“…dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut..!”
Maksudnya, hendaknya ia melihat dengan teliti sehingga identiti dirinya tak dikenali. Setelah itu:
“…janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun..!”
Maksudnya, jangan ada orang lain –siapapun dia—yang mengetahui tempatmu, kerana dia akan membongkarnya dan membongkar identiti kamu semua, setelah itu akan timbul bahaya besar. Apa bahaya besar itu?!
“Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, nescaya mereka akan melempar kamu dengan batu (merejammu)…” (Al-Kahfi: 20)
Ya…seperti itulah keadaan para thoghut yang bengis setiap zaman dan tempat.. jika mereka melihatmu, mengetahui posisimu, mengetahui keimanan dan dakwahmu, tidak ada pilihan dan cara lain bagi mereka selain membunuh: “…melempar kamu dengan batu (merejammu).” Atau, atau apa berikutnya?
“…atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian nescaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya.” (Al-Kahfi: 20)
Itulah pilihan terakhir yang pahit: memaksa kamu kembali kepada agama dan kekafiran mereka setelah melewati waktu bertahun-tahun untuk bersabar, berjihad dan menanggung kesusahan di jalan Allah swt, dan berjalan di atas jalan dakwah yang kamu imani dan Allah beri kalian kehormatan untuk mengusung benderanya. Jika semua itu terjadi, kalian akan rugi di akhirat setelah rugi di dunia!
http://seutastasbih.blogspot.com/2011/01/amniyah-dalam-menempuh-jalan-jihad.html
Maksud kalimah yang baik dalam ayat ini adalah Syahadat La iIlaaha illallah. Ada juga yang mengatakan, maksudnya adalah kata-kata yang baik. Sedangkan yang dimaksud kalimah yang buruk adalah kalimah kekafiran atau ajakan kepadanya, atau perkataan dusta, atau setiap kalimah yang tidak di redhai Allah Ta‘ala. Menyebarkan rahsia yang boleh membahayakan seseorang atau umat termasuk perkataan yang tidak di redhai Allah Ta‘ala, begitu pula setiap kata-kata yang berisi usaha untuk berbuat kerosakan, ini masuk dalam katagori kalimah yang buruk. Menyimpan rahsia dan kewaspadaan adalah sebahagian dari kecerdasan Islam mengingatkan pengikutnya agar selalu sedar dan waspada, sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah Ta‘ala:
“Wahai orang-orang yang beriman, waspadalah kamu (berhati-hati menghadapi musuhmu).” (An-Nisa’: 71)
Dan sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW:
“Orang mukmin itu cerdik dan pintar.”
Diam/ Tutup Mulut
1) Salah satu faktor kemenangan Dakwah Islam adalah: Rasulullah memulai secara diam-diam.
Ketika Saidina Ali melihat Nabi sedang solat bersama Khadijah, dia berkata: “Wahai Muhammad, apa ini?”
“Agama Allah yang Dia pilih untuk Diri-Nya dan Dia utus para Rasul-Nya dengan membawanya. Maka aku menyerumu kepada Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mengajakmu untuk beribadah kepada-Nya dan kufurilah Laata dan ‘Uzza.” Jawab Rasul.
Saidina Ali berkata: “Ini adalah perkara yang belum pernah kudengar sebelumnya, aku tidak akan mengambil keputusan sebelum kubicarakan dengan Abu Thalib.” –yakni ayahnya—.
Tetapi Rasul SAW tidak suka jika rahsia tentang agama ini tersebar, maka beliau berkata kepada Saidina Ali : “Ali, jika kamu tidak masuk Islam, maka rahsiakanlah hal ini.”
Saidina Ali pun melakukan perintah Baginda, kemudian di keesokan harinya Saidina Ali datang dan menyatakan keislamannya serta merahsiakan hal itu di hadapan ayahnya, dia tidak menampakkannya.
2) Rasulullah SAW sudah menggunakan surat rahsia sebelum orang lain. Terbukti beliau pernah mengutus sepucuk surat dengan beranggotakan 12 orang Muhajirin yang dipimpin oleh Abdullah bin Jahsy Al-Asadi dalam sebuah misi pengintaian di bulan Rejab tahun 2 H. Beliau menyerahkan kepada Abdullah bin Jahsy sepucuk surat rahsia berisi perincian tugas, iaitu target sasaran, posisi pasukan dan informasi-informasi lainnya. Beliau memerintahkan agar dia tidak membuka surat tersebut sebelum ia berjalan selama dua hari.
Sejarah kehidupan Rasulullah SAW penuh dengan teknik-teknik keamanan yang terus berkembang seiring dengan semakin kerasnya ujian dan situasi di sekitarnya. Semakin situasi bertambah mencekam, perhatian terhadap masalah keamanan semakin meningkat, itulah yang mendorong pengambilan langkah yang efektif dan paling baik untuk menyikapi situasi seperti itu.
Sirah Nabawiyah dan Perkembangan Amniyahnya Yang Jauh ke Depan:
Pertama: Fasa Mekkah
1) Fase Dakwah Sembunyi-sembunyi:
Ciri khas fasa ini adalah kerahsiaan dakwah dan kerahsiaan kelompok. Ertinya, ajakan untuk memeluk “Agama Baru” (Islam) dilakukan secara rahsia. Pembagian tugas, pengaturan program dan kegiatan pun juga demikian…dilakukan secara rahsia, tidak ada yang diberitahu selain orang-orang tertentu yang bersangkutan dengan tugas. Tetapi semuanya bergerak menuju satu tujuan dan di bawah kepemimpinan seorang, iaitu Rasulullah SAW.
2) Fasa Dakwah Terang-terangan:
Ciri khas fasa ini, dakwah dilakukan secara terus terang. Akan tetapi penyertaan kelompok tetap dilakukan secara diam-diam. Jadi dakwah ilallah di tengah umat manusia, kepada para kabilah, keluarga dan sanak saudara, dilaksanakan secara terang-terangan, namun demikian penjalanan tugas dan hubungan antara pelaku dakwah tetap berlangsung secara rahsia, demikian juga tempat-tempat perkumpulan dan pertemuan darurat, program-program strategik, pemilihan orang yang bertugas berdakwah mengajak masuk Islam, semua ini tidak ada yang tahu selain pelaku dakwah yang bersangkutan.
Kedua: Fasa Hijrah
Ini adalah fasa yang singkat, keistimewaan fasa ini adalah adanya strategi keamanan ala Nabi yang sangat jitu. Di fasa ini sudah dipersiapkan terlebih dahulu dengan adanya Bai'ah Aqabah jilid satu dan dua, berlanjut dengan hijrahnya para sahabat Nabi SAW dan terakhir dengan hijrahnya Baginda sendiri bersama sahabat tercintanya Abu Bakar As-Siddiq.
Ketiga: Fasa Madinah
Iaitu fasa pembangunan sebuah negara yang baik untuk menjadi tapak yang kuat sebagai markas utama dan pusat penyebaran dakwah. Fasa ini terus berlangsung sehingga wafatnya Rasulullah SAW, bererti sekitar 10 tahun, dilengkapi dengan berbagai misi perluasan wilayah dan kemenangan-kemenangannya.
Waspada Tetap Diperintahkan Ketika Kondisi Damai, Apalagi Jika Dalam Kondisi Perang, Maka Itu Lebih Wajib Dan Lebih Penting:
“...dan hendaklah mereka bersiap sedia dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus.” (An-Nisa’: 102)
Kemudian:
“…dan siap sedialah kamu.”
Jika kalian tidak melakukannya, maka:
“Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.” (An-Nisa’: 102)
Memastikan Kebenaran Informasi (Data):
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al-Hujurat: 6)
Termasuk sikap orang yang jujur dan dipercayai adalah memastikan kebenaran suatu informasi sebelum menjadikannya sebagai pijakan dalam mengambil sikap dan keputusan yang tepat tentangnya, supaya tidak ada penyesalan akhirnya nantinya. Penyesalan di sini menjadi salah satu akibat dari kezaliman orang lain, kezaliman itu biasanya muncul akibat sikap bodoh dan terburu-buru seseorang tanpa mengambil kesempatan sedikit pun untuk memastikan sebuah informasi dan memeriksa kebenaran pembawanya; bagaimana kejujurannya, bagaimana ketakwaan dan keperibadianya. Maka, mengapa kita tidak mengambil pelajaran, lalu melaksanakan apa yang Allah ‘Azza wa Jalla perintahkan?!
Berhati-hati Terhadap Merebaknya Berbagai Berita Dan Isu:
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah kerana kurnia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).” (An-Nisa’: 83)
Maka langkah ketika banyak tersebar isu adalah: mengembalikan semua urusan kepada Ulil Amri, sebagai orang yang layak menganalisa serta menyimpulkan rahsia dan misi-misi terselindung yang ada di sebalik isu itu, setelah itu mengambil keputusan yang tepat tentangnya. Dengan cara ini, barisan Islam akan tetap terjaga keamanan dan ketenangannya, terjaga oleh akal fikiran para pemeluknya, dengan pembelaan dan iman mereka.
As-habul Kahfi: Contoh Dalam Menjaga Keselamatan:
“Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” ( Al-Kahfi: 13)
Mereka adalah para pengusung panji keimanan di hadapan kezaliman dan tirani dari orang-orang bingung yang berhukum dengan selain yang Allah turunkan. Mereka adalah para pemuda jujur yang bangkit menentang kezaliman dan penindasan, kemudian dengan kecerdasan dan kepandaian akalnya yang cemerlang mereka berhasil mengurus urusan keamanan diri mereka, agar dakwah dan iman mereka terlindungi. Lantas, apa sebenarnya yang mereka lakukan?!
“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (Al-Kahfi: 10)
Langkah yang mereka ambil adalah berlindung ke tempat yang aman. Tapi sebelum itu, yang terpenting adalah adanya iman yang tulus kepada Allah ‘Azza wa Jalla, mengorbankan jiwa demi dakwah kepada-Nya. Maka setelah menempuh semua sarana perlindungan diri dan pengamanan, setelah menyempurnakan semua syarat tawakkal kepada Allah SWT, barulah mereka berlindung kepada-Nya: “Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”
Setelah semua itu, dengan apa Rabb mereka yang Maha Perkasa lagi Maha Berkuasa memberi timbal balik? Allah berfirman:
“Dan Kami meneguhkan hati mereka…” (Al-Kahfi: 14)
Maksudnya: Kami kuatkan hati mereka dengan kesabaran untuk berpisah dengan keluarga dan kampung halaman, sebab mereka melakukan apa yang mesti mereka lakukan sebatas kemampuan manusia, maka Kami membantu mereka dengan pertolongan Ilahiyah, berupa penjagaan, pemeliharaan, keamanan, kelurusan dan pertolongan!
Langkah keamanan yang mereka tempuh itu bukan muncul begitu saja. Itu muncul dari sebuah kajian dan perbincangan antara mereka, yang semua telah mengorbankan jiwanya di jalan Allah, hingga akhirnya mereka sampai pada solusi paling tepat dan keputusan yang mantap:
“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Rabbmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” (Al-Kahfi: 16)
Kerana mereka bersama Allah dan hidup untuk dakwah yang mereka tempuh, maka mereka yakin bahwa Allah lah yang akan melindungi mereka serta membutakan mata orang-orang bengis itu dan balatenteranya; “…nescaya Rabbmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” Jadi, hanya Allah sajalah –-sejak awal hingga akhir—yang memudahkan segala urusan, Dia lah yang menjaga dan melindungi, dengan takdir-Nya Allah memudahkan segala sesuatu di alam semesta ini.
Lalu tidurlah para pemuda itu di tempat tinggal barunya (di dalam gua) selama ratusan tahun.
“Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.” (Al-Kahfi: 11)
Kemudian Allah SWT membangunkan mereka.. Setelah Allah bangunkan mereka, berubahkah kewaspadaan dalam diri para pemuda itu dengan berlalunya waktu selama bertahun-tahun?
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri…”
“Berkata (yang lain lagi): “Rabb kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa wang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun.” (Al-Kahfi: 19)
Lihat, begitulah kewaspadaan, berhati-berhati dan sikap menempuh semua sarana benteng diri dengan teliti dan setajam mungkin, di saat yang sama terus mengusahakan tercapainya keamanan bagi dakwah dari serangan segala hal yang tidak diinginkan, dengan kecerdasan dan kepandaian. Keduanya adalah sifat yang harus ada pada diri siapa saja yang berjalan di atas jalan dakwah Allah SWT. Kalimah-kalimah mulia dan bukti-bukti nyata di dalam ayat itu mengambarkan dengan sangat terperinci akan sebuah kondisi keamanan yang tidak mengenal kata meremehkan dan menunda-nunda;
“…dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut..!”
Maksudnya, hendaknya ia melihat dengan teliti sehingga identiti dirinya tak dikenali. Setelah itu:
“…janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun..!”
Maksudnya, jangan ada orang lain –siapapun dia—yang mengetahui tempatmu, kerana dia akan membongkarnya dan membongkar identiti kamu semua, setelah itu akan timbul bahaya besar. Apa bahaya besar itu?!
“Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, nescaya mereka akan melempar kamu dengan batu (merejammu)…” (Al-Kahfi: 20)
Ya…seperti itulah keadaan para thoghut yang bengis setiap zaman dan tempat.. jika mereka melihatmu, mengetahui posisimu, mengetahui keimanan dan dakwahmu, tidak ada pilihan dan cara lain bagi mereka selain membunuh: “…melempar kamu dengan batu (merejammu).” Atau, atau apa berikutnya?
“…atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian nescaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya.” (Al-Kahfi: 20)
Itulah pilihan terakhir yang pahit: memaksa kamu kembali kepada agama dan kekafiran mereka setelah melewati waktu bertahun-tahun untuk bersabar, berjihad dan menanggung kesusahan di jalan Allah swt, dan berjalan di atas jalan dakwah yang kamu imani dan Allah beri kalian kehormatan untuk mengusung benderanya. Jika semua itu terjadi, kalian akan rugi di akhirat setelah rugi di dunia!
http://seutastasbih.blogspot.com/2011/01/amniyah-dalam-menempuh-jalan-jihad.html